PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan
Dosen Pembina:
Isna Rafianti,
M.Pd.
Disusun oleh:
Nadiyya Chaerunnisa
2225142210
Kelas 2B
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA
SERANG
2015
KATA PENGATAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala puji bagi
Allah yang telah memberikan penyusun kemudahan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat mengetahui tentang "Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus", yang penyusun sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan yaitu Ibu Isna Rafianti, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan
kepada penyusun untuk menyusun makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.
Wb.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk
kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat.
Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat
diketahui, namun sudah banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui.
Berdasarkan waktu terjadinya, ada beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus.
Penyebab pertama terjasi pada masa prenatal,
yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih
berada dalam kandungan, sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah
minum obat. Penyebab kedua pada masa prenatal,
yaitu penyebab yang muncul pada saat proses kelahiran, seperti terjadinya
benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan proses kelahiran dengan penyedotan
(di-vacuum). Penyebab ketiga pada
masa postnatal, yaitu penyebab yang
muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan jatuh atau terkena penyakit tertentu.
Sejalan dengan gencarnya gerakan Hak Asasi Manusia muncul pandangan baru
bahwa semua anak berkebtuhan khusus harus dididik bersama-sama dengan anak
normal di tempat yang sama. Dengan maksud anak luar biasa tidak boleh ditolak
untuk belajar sekolah umum yang mereka inginkan. Pendidikan Inklusif dapat
diartikan sebagai model penyelenggaraan pendidikan dimana anak yang memiliki
kelainan dan yang normal dapat belajar bersama-sama disekolah umum. Bagi mereka
yang memiliki kesulitan sesuai kecacatannya disediakan bantuan khusus. Hal ini mengandung
makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen atau
tidak permanen.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari anak
berkebutuhan khusus (ABK)?
2.
Bagaimana pendidikan anak
berkebutuhan khusus (ABK) pada sekolah inklusi?
3.
Bagaimana cara mengarahkan anak
berkebutuhan khsusus (ABK) pada pembelajaran matematika?
C. Tujuan
1.
Untuk memeberitahu pembaca
pengertian ABK.
2.
Memeberi informasi pada
pembaca untuk mengetahui pendidikan ABK pada sekolah inklusi.
3.
Memberi informasi pada
pembaca cara mengarahkan ABK pada pembelajaran matematika.
BAB II
PEBAHASAN
A. Pengertian
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan
khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan
khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Dengan demikian,
meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak
memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak
dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam
jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan
inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis.
Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di
sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di
sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk
menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki
penyakit kronis, dan lain-lain.
Namun anak yang
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak
Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus yang memiliki
karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
ABK terdiri atas
beberapa kategori. Kategori cacat A (tunanetra) ialah anak dengan gangguan
penglihatan, kategori cacat B (tunawicara dan tunarungu) ialah anak dengan
gangguan bicara dan gangguan pendengaran. Kategori ini dijadikan satu karena biasanya
antara gangguan bicara dan gangguan pendengaran terjadi dalam satu keadaan,
kategori cacat C (tunagrahita) ialah
anak dengan gangguan intelegensi rendah atau perkembangan kecerdasan yang
terganggu, kategori cacat D (tunadaksa) ialah anak dengan gangguan pada tulang
dan otot yang mengakibatkan terganggunya fungsi motorik, kategori cacat
tunalaras ialah anak dengan gangguan tingkah laku sosial yang menyimpang,
kategori anak berbakat ialah anak dengan keunggulan dan kemampuan berlebih (IQ
tinggi), dan kategori anak berkesulitan belajar ialah anak dengan
ketidakberfungsian otak minimal (Somantri, 2006:65-193).
Banyak istilah yang
dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1. Disability
: keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk
menamilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment:
kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi
atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap
: Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Anak berkebutuhan
khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik.
B.
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus pada Sekolah Inklusi
Pendidikan menjadi faktor utama yang mampu mengantarkan
sebuah negara menuju gerbang kemajuan. Untuk mewujudkannya, akses masyarakat
untuk mendapatkan pendidikan harus terbuka seluas-luasnya tanpa diskriminasi,
termasuk bagi mereka, Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK).
Selama ini, SLB menjadi ruang belajar bagi para ABK. Namun, sejak 2003, pemerintah merintis peluang bagi ABK supaya bisa belajar di sekolah reguler bersama anak-anak normal lainnya. Sistem tersebut, dikenal dengan pendidikan inklusi atau sekolah inklusi.
Selama ini, SLB menjadi ruang belajar bagi para ABK. Namun, sejak 2003, pemerintah merintis peluang bagi ABK supaya bisa belajar di sekolah reguler bersama anak-anak normal lainnya. Sistem tersebut, dikenal dengan pendidikan inklusi atau sekolah inklusi.
The
students are not the only ones affected by the segregation system. Teachers or
educators are also isolated through this kind of setting. Being isolated, their
teaching competencies become limited as well. Considering the significance of
this point, educators have suggested to integrate the special needs student
into normal education settings (Smith, 1998).
Pendidikan inklusif merupakan usaha
pemerintah dalam bidang pendidikan agar semua warga negara dapat mendapatkan
layanan pendidikan termasuk di dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus usia dini belum semuanya merasakan pendidikan anak usia
dini yang telah ada di masyarakat (Sri, 201: 3).
Hal ini
tercantum pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif
: Pemerintahan daerah kabupaten/kota
Wajib menunjuk minimal satu sekolah perlevel pendidikan yang harus
menyelenggarakan pendidikan inklusi di setiap kecamatan.
a. Sistem
Belajar pada Sekolah Inklusi
Sekolah inklusi merupakan
sekolah reguler yang menyatuan anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus
untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Sistem belajar pada
sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan sekolah leguler pada umumnya. Mereka
(para siswa) berada dalam satukelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari
1-6 anak berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu terapis atau shadow
teacher yang bertanggungjawab di bawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan
khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti
pelajaran dengan baik.
Porsi belajar pada anak berkebutuhan
khusus lebih fleksibel daripada yang ‘normal’. Pada waktu-waktu tertentu, bila
perlu anak-anak tersebut akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke ruang
individu untuk mendapatkan perlakuan (bimbingan) khusus.
Dengan demikian diperlukan keberagaman metode
pembelajaran supaya materi dapat tersampaikan secara merata kepada semua anak
didik. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa, terlebih mereka yang
berkebutuhan khusus, sudah memahami penjelasan dengan baik. Ketika anak-anak
berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi dengan baik, sekolah pun harus
siap melaksanakan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP (individual
educational program) untuk mendampingi satu persatu anak berkebutuhan khusus
secara lebih intensif. Bentuk dari PPI atau IEP ini disesuaikan dengan
kebutuhan yang perlu dikembangkan pada anak.
b. Strategi Pembelajaran Pendidikan
bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi:
anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah,
anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah
perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban
HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar,
Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Oleh
karena itu, dijelaskan beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus, antara lain:
1.
Strategi Pembelajaran bagi Anak
Tunanetra
Strategi
pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari
semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan,
materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi
sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi
pembelajaran , antara lain:
a) Berdasarkan pengolahan pesan
terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
b) Berdasarkan pihak pengolah pesan
yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c) Berdasarkan pengaturan guru yaitu
strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d) Berdasarkan jumlah siswa yaitu
strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e) Beradsarkan interaksi guru dan siswa
yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain
strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan
yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2.
Strategi pembelajaran bagi anak
tunarungu
Strategi
yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif,
induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
3.
Strategi pembelajaran bagi anak
tunagrahita
Strtegi
pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda
dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi
yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a) Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan.
b) Strategi kooperatif.
c) Strategi modifikasi tingkah laku.
4.
Strategi pembelajaran bagi anak
tunadaksa
Strategi
yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:
a) Pendidikan integrasi (terpadu)
b) Pendidikan segresi (terpisah)
c) Penataan lingkungan belajar
5.
Strategi pembelajaran bagi anak
tunalaras
Untuk
memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan
model-model pendekatan sebagai berikut;
a) Model biogenetic
b) Model behavioral/tingkah laku
c) Model psikodinamika
d) Model ekologis
6.
Strategi pembelajaran bagi anak
dengan kesulitan belajar
a) Anak berkesulitan belajar membaca
yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
b) Anak berkesulitan belajar menulis
yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
c) Anak berkesulitan belajar berhitung
yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat
konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7.
Strategi pembelajaran bagi anak
berbakat
Strategi
pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak
tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan
strategi pembelajaran adalah :
a) Pembelajaran harus diwarnai dengan
kecepatan dan tingkat kompleksitas.
b) Tidak hanya mengembangkan kecerdasan
intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c) Berorientasi pada modifikasi proses,
content dan produk.
Model-model
layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan
kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
C. Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK)
Matematika
merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern mempunyai peran
penting dalam disiplin ilmu lain serta dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Perkembangan pendidikan matematika merupakan sesuatu yang dinamis dan
memerlukan penyikapan yang tepat sesuai dengan perkembangannya. Salah satu inovasi
baru dalam sistem layanan pendidikan yang sedang berkembang dan menuntut
adaptasi dalam pendidikan matematika adalah pendidikan inklusif (Risa, 2011: 1)
Penggunaan
bidang pemecahan masalah terutama untuk kegunaan di dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya: anak diajarkan untuk menaksir porsi makanan yang dibutuhkan
tiap hari dan dilakukan makan pada waktu-waktu tertentu, waktu untuk belajar,
untuk beribadah, dan untuk istirahat. Semua kegiatan itu membutuhkan pembagian
waktu dan volume. Saat pembagian dan penentuan tersebut diperlukan pemecahan
masalah dengan menaksirnya. Makan diperlukan volume dengan ukuran/takaran gelas
dan piring, waktu memerlukan rentangan jam dan menit, serta disesuaikan dengan
berputarnya matahari.
Semua kegiatan
yang perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari perlu penggunaan matematika.
Untuk itu, matematika bagi peserta didik berkebutuhan khusus juga menopang dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Bidang matematika itu antara lain: hitung
bilangan dan operasinya, bangun geometri, pengukuran, serta penggunaan uang dan
waktu.
Hambatan
merupakan indikator yang mendorong SBK sulit memperoleh konsep-konsep yang berkaitan
jumlah/kuantitas dan penggunaan simbolnya. Jumlah dan simbol adalah konsep yang
selalu diperlukan dalam matematika bahwa anak-anak. Misalnya pada anak yang
hambatan fisik mengalami kesulitan perceptual, miskin keterampilan manipulatif
dan terbatas pengalaman konkrit. Hambatan tersebut sebagai alasan kelemahan di
dalam bidang matematika. Hal ini dikarenakan anak-anak yang terhambat fisiknya
akan miskin pengalaman atau memiliki keterbatasan pengalaman dalam kehidupan.
Hambatan tersebut sulit berkembang pada kesadaran informal tentang jumlah
sebelum mereka masuk sekolah.
Pada siswa yang
mengalami hambatan bahasa juga mengalami kesulitan untuk memahami makna
simbol-simbol matematika. Misalnya tanda tambah, kurang, kali, bagi, sama
dengan, lebih besar, lebih kecil, persamaan atributif, serta persamaan
distributif. Guru harus mampu mengajarkan secara konkrit dan sederhana dari
makna simbol itu dengan perumpamaan secara nyata. Mereka dibiasakan untuk
membaca simbol-simbol matematika.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran matematika
bagi ABK sebagai
berikut:
1) Menyesuaikan dengan kondisi ABK, implikasinya
perlu dilakukan asesmen dan deskripsi kemampuan ABK dalam bidang matematika.
Misalnya: teknik wancara diagnostik untuk memperoleh informasi tentang masalah-masalah
khusus, polapola kesalahan ketika mengerjakan berhitung, dan strategi siswa di
dalam pemecahan masalah.
2) Penggunaan cara penyajian yang spiral,
mulai presentasi tentang konsep-konsep kunci dan pemrosesan perbaikan dengan
jarak interval pengulangan yang teratur, selanjutnya diaplikasikan pada situasi
baru. Saat akan melanjutkan ke materi tahap berikutnya perlu dimulai dari
konsep kunci yang telah dikuasai 5 siswa, baru dilanjutkan ke konsep kunci
materi berikutnya. Revisi yang teratur adalah krusial untuk ingatan jangka
panjang dan penguasaan konsep kunci.
3) Keefektifan revisi perlu diperhatikan interval
pengulangan, frekuensi pengulangan, dan bentuk pengulangan.
4) Jarak pengulangan dapat diangkat time-on-task
dan membantu siswa memelihara sikap positip kepada pembelajaran matematika
di sekolah. Hal itu dilakukan dengan membantu penuh bagi siswa untuk mengalami
perasaan kompeten pada keberhasilan aplikasi dan praktek mencipta.
5) Pendekatan yang diperlukan adalah practical
work, aktivitas kolaborasi kelompok, dan diskusi terbuka akan selalu
memiliki peranan pokok untuk mengembangkan pemahaman dan sikap positif
pembelajar. Pembelajaran terpadu disarankan untuk mengurangi ‘maths anxiety’.
6) Tujuan yang paling mendasar untuk belajar
matematika meliputi belajar tentang nilai yang matematis, rasionalnya, cara
mengkomunikasikan, percaya diri terhadap kemampuan matematis, serta menjadikan
matematika sebagai dasar pemecahan masalah.
7) Setiap konsep kunci yang telah dicapai
perlu ditindaklanjuti dalam pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari yang
nyata/real.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa ( ALB ) ” yang
menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai
karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab
itu, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka.
Pelayanan pendidikan untuk individu berkebutuhan khusus
adalah dengan pendidikan inklusi .Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem
pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan
kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya.
Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang
berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan,
sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
B. Saran
Jika pemerintah memang serius dalam melaksanakan program
pendidikan inklusi, maka yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan
– tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari
sosialisasi hingga evaluasi pelaksanaannya. Namun yang lebih penting dan secara
langsung dapat dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi
adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan.
Kepada guru atau
pedidik khususnya untuk guru-guru yang mengajar di sekolah inklusi. Agar sudi kiranya
lebih memahami cara mendidik dengan baik sehingga menghasilkan hasil didik yang
lebih optimal. Dikarena mendidik anak yang berkebutuhan khusus (ABK) lebih
susah dibandingkan mendidik anak yang normal umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fiyana, Risti. 2011. Analisis Proses pembelajaran Matematika pada Anak Berkenutuhan Khusus
(ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 YogyaKarta. 1-7.
Hernawati, Tati, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Lan Wang, Huei. 2009. “International
Education Studies”. Should All Students with Special Education
Needs (SEN) Be Included in Mainstream Education Provision? – A Critical
Analaysis. 2 (4), 1-8.
Rahayu, Sri Muji. 2014. Memenuhi Hak Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini Melalui Pendidikan
Inklusif. 1-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar