Sabtu, 17 Oktober 2015

Makalah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pembina:
Isna Rafianti, M.Pd.

Disusun oleh:
Nadiyya Chaerunnisa
2225142210
Kelas 2B

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2015


KATA PENGATAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penyusun kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang "Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus", yang penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan yaitu Ibu Isna Rafianti, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat diketahui, namun sudah banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui. Berdasarkan waktu terjadinya, ada beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus. Penyebab pertama terjasi pada masa prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih berada dalam kandungan, sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah minum obat. Penyebab kedua pada masa prenatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum). Penyebab ketiga pada masa postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan jatuh atau  terkena penyakit tertentu.
Sejalan dengan gencarnya gerakan Hak Asasi Manusia muncul pandangan baru bahwa semua anak berkebtuhan khusus harus dididik bersama-sama dengan anak normal di tempat yang sama. Dengan maksud anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar sekolah umum yang mereka inginkan. Pendidikan Inklusif dapat diartikan sebagai model penyelenggaraan pendidikan dimana anak yang memiliki kelainan dan yang normal dapat belajar bersama-sama disekolah umum. Bagi mereka yang memiliki kesulitan sesuai kecacatannya disediakan bantuan khusus. Hal ini mengandung makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen atau tidak permanen.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari anak berkebutuhan khusus (ABK)?
2.      Bagaimana pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) pada sekolah inklusi?
3.      Bagaimana cara mengarahkan anak berkebutuhan khsusus (ABK) pada pembelajaran matematika?
C. Tujuan
1.      Untuk memeberitahu pembaca pengertian ABK.
2.      Memeberi informasi pada pembaca untuk mengetahui pendidikan ABK pada sekolah inklusi.
3.      Memberi informasi pada pembaca cara mengarahkan ABK pada pembelajaran matematika.



BAB II
PEBAHASAN
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit kronis, dan lain-lain.
Namun anak yang Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus yang memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
ABK terdiri atas beberapa kategori. Kategori cacat A (tunanetra) ialah anak dengan gangguan penglihatan, kategori cacat B (tunawicara dan tunarungu) ialah anak dengan gangguan bicara dan gangguan pendengaran. Kategori ini dijadikan satu karena biasanya antara gangguan bicara dan gangguan pendengaran terjadi dalam satu keadaan, kategori cacat  C (tunagrahita) ialah anak dengan gangguan intelegensi rendah atau perkembangan kecerdasan yang terganggu, kategori cacat D (tunadaksa) ialah anak dengan gangguan pada tulang dan otot yang mengakibatkan terganggunya fungsi motorik, kategori cacat tunalaras ialah anak dengan gangguan tingkah laku sosial yang menyimpang, kategori anak berbakat ialah anak dengan keunggulan dan kemampuan berlebih (IQ tinggi), dan kategori anak berkesulitan belajar ialah anak dengan ketidakberfungsian otak minimal (Somantri, 2006:65-193).
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1.      Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menamilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2.      Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3.      Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

B. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus pada Sekolah Inklusi
            Pendidikan menjadi faktor utama yang mampu mengantarkan sebuah negara menuju gerbang kemajuan. Untuk mewujudkannya, akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan harus terbuka seluas-luasnya tanpa diskriminasi, termasuk bagi mereka, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
            Selama ini, SLB menjadi ruang belajar bagi para ABK. Namun, sejak 2003, pemerintah merintis peluang bagi ABK supaya bisa belajar di sekolah reguler bersama anak-anak normal lainnya. Sistem tersebut, dikenal dengan pendidikan inklusi atau sekolah inklusi.
The students are not the only ones affected by the segregation system. Teachers or educators are also isolated through this kind of setting. Being isolated, their teaching competencies become limited as well. Considering the significance of this point, educators have suggested to integrate the special needs student into normal education settings (Smith, 1998).
Pendidikan inklusif merupakan usaha pemerintah dalam bidang pendidikan agar semua warga negara dapat mendapatkan layanan pendidikan termasuk di dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus usia dini belum semuanya merasakan pendidikan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (Sri, 201: 3).
            Hal ini tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif : Pemerintahan daerah kabupaten/kota Wajib menunjuk minimal satu sekolah perlevel pendidikan yang harus menyelenggarakan pendidikan inklusi di setiap kecamatan.
a. Sistem Belajar pada Sekolah Inklusi
Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menyatuan anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Sistem belajar pada sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan sekolah leguler pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam satukelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1-6 anak berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu terapis atau shadow teacher yang bertanggungjawab di bawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Porsi belajar pada anak berkebutuhan khusus lebih fleksibel daripada yang ‘normal’. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak tersebut akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke ruang individu untuk mendapatkan perlakuan (bimbingan) khusus.
Dengan demikian diperlukan keberagaman metode pembelajaran supaya materi dapat tersampaikan secara merata kepada semua anak didik. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa, terlebih mereka yang berkebutuhan khusus, sudah memahami penjelasan dengan baik. Ketika anak-anak berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi dengan baik, sekolah pun harus siap melaksanakan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP (individual educational program) untuk mendampingi satu persatu anak berkebutuhan khusus secara lebih intensif. Bentuk dari PPI atau IEP ini disesuaikan dengan kebutuhan yang perlu dikembangkan pada anak.
b. Strategi Pembelajaran Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Oleh karena itu, dijelaskan beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, antara lain:
1.    Strategi Pembelajaran bagi Anak Tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
a)    Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
b)   Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c)    Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d)   Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e)    Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.

2.    Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.

3.    Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a)    Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan.
b)   Strategi kooperatif.
c)    Strategi modifikasi tingkah laku.

4.    Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
a)    Pendidikan integrasi (terpadu)
b)   Pendidikan segresi (terpisah)
c)    Penataan lingkungan belajar
5.    Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a)    Model biogenetic
b)   Model behavioral/tingkah laku
c)    Model psikodinamika
d)   Model ekologis

6.    Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
a)    Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
b)   Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
c)    Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.

7.    Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
a)    Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
b)   Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c)    Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
C. Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern mempunyai peran penting dalam disiplin ilmu lain serta dalam kehidupan sehari-hari manusia. Perkembangan pendidikan matematika merupakan sesuatu yang dinamis dan memerlukan penyikapan yang tepat sesuai dengan perkembangannya. Salah satu inovasi baru dalam sistem layanan pendidikan yang sedang berkembang dan menuntut adaptasi dalam pendidikan matematika adalah pendidikan inklusif (Risa, 2011: 1)
Penggunaan bidang pemecahan masalah terutama untuk kegunaan di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: anak diajarkan untuk menaksir porsi makanan yang dibutuhkan tiap hari dan dilakukan makan pada waktu-waktu tertentu, waktu untuk belajar, untuk beribadah, dan untuk istirahat. Semua kegiatan itu membutuhkan pembagian waktu dan volume. Saat pembagian dan penentuan tersebut diperlukan pemecahan masalah dengan menaksirnya. Makan diperlukan volume dengan ukuran/takaran gelas dan piring, waktu memerlukan rentangan jam dan menit, serta disesuaikan dengan berputarnya matahari.
Semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari perlu penggunaan matematika. Untuk itu, matematika bagi peserta didik berkebutuhan khusus juga menopang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Bidang matematika itu antara lain: hitung bilangan dan operasinya, bangun geometri, pengukuran, serta penggunaan uang dan waktu.
Hambatan merupakan indikator yang mendorong SBK sulit memperoleh konsep-konsep yang berkaitan jumlah/kuantitas dan penggunaan simbolnya. Jumlah dan simbol adalah konsep yang selalu diperlukan dalam matematika bahwa anak-anak. Misalnya pada anak yang hambatan fisik mengalami kesulitan perceptual, miskin keterampilan manipulatif dan terbatas pengalaman konkrit. Hambatan tersebut sebagai alasan kelemahan di dalam bidang matematika. Hal ini dikarenakan anak-anak yang terhambat fisiknya akan miskin pengalaman atau memiliki keterbatasan pengalaman dalam kehidupan. Hambatan tersebut sulit berkembang pada kesadaran informal tentang jumlah sebelum mereka masuk sekolah.
Pada siswa yang mengalami hambatan bahasa juga mengalami kesulitan untuk memahami makna simbol-simbol matematika. Misalnya tanda tambah, kurang, kali, bagi, sama dengan, lebih besar, lebih kecil, persamaan atributif, serta persamaan distributif. Guru harus mampu mengajarkan secara konkrit dan sederhana dari makna simbol itu dengan perumpamaan secara nyata. Mereka dibiasakan untuk membaca simbol-simbol matematika.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran matematika bagi ABK sebagai berikut:
1) Menyesuaikan dengan kondisi ABK, implikasinya perlu dilakukan asesmen dan deskripsi kemampuan ABK dalam bidang matematika. Misalnya: teknik wancara diagnostik untuk memperoleh informasi tentang masalah-masalah khusus, polapola kesalahan ketika mengerjakan berhitung, dan strategi siswa di dalam pemecahan masalah.
2) Penggunaan cara penyajian yang spiral, mulai presentasi tentang konsep-konsep kunci dan pemrosesan perbaikan dengan jarak interval pengulangan yang teratur, selanjutnya diaplikasikan pada situasi baru. Saat akan melanjutkan ke materi tahap berikutnya perlu dimulai dari konsep kunci yang telah dikuasai 5 siswa, baru dilanjutkan ke konsep kunci materi berikutnya. Revisi yang teratur adalah krusial untuk ingatan jangka panjang dan penguasaan konsep kunci.
3) Keefektifan revisi perlu diperhatikan interval pengulangan, frekuensi pengulangan, dan bentuk pengulangan.
4) Jarak pengulangan dapat diangkat time-on-task dan membantu siswa memelihara sikap positip kepada pembelajaran matematika di sekolah. Hal itu dilakukan dengan membantu penuh bagi siswa untuk mengalami perasaan kompeten pada keberhasilan aplikasi dan praktek mencipta.
5) Pendekatan yang diperlukan adalah practical work, aktivitas kolaborasi kelompok, dan diskusi terbuka akan selalu memiliki peranan pokok untuk mengembangkan pemahaman dan sikap positif pembelajar. Pembelajaran terpadu disarankan untuk mengurangi ‘maths anxiety’.
6) Tujuan yang paling mendasar untuk belajar matematika meliputi belajar tentang nilai yang matematis, rasionalnya, cara mengkomunikasikan, percaya diri terhadap kemampuan matematis, serta menjadikan matematika sebagai dasar pemecahan masalah.
7) Setiap konsep kunci yang telah dicapai perlu ditindaklanjuti dalam pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari yang nyata/real.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa ( ALB ) ” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Pelayanan pendidikan untuk individu berkebutuhan khusus adalah dengan pendidikan  inklusi .Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
B. Saran
Jika pemerintah memang serius dalam melaksanakan program pendidikan inklusi, maka yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan – tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari sosialisasi hingga evaluasi pelaksanaannya. Namun yang lebih penting dan secara langsung dapat dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan.
Kepada guru atau pedidik khususnya untuk guru-guru yang mengajar di sekolah inklusi. Agar sudi kiranya lebih memahami cara mendidik dengan baik sehingga menghasilkan hasil didik yang lebih optimal. Dikarena mendidik anak yang berkebutuhan khusus (ABK) lebih susah dibandingkan mendidik anak yang normal umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Fiyana, Risti. 2011. Analisis Proses pembelajaran Matematika pada Anak Berkenutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 YogyaKarta. 1-7.
Hernawati, Tati, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Lan Wang, Huei. 2009. “International Education Studies”.  Should All Students with Special Education Needs (SEN) Be Included in Mainstream Education Provision? – A Critical Analaysis. 2 (4), 1-8.
Rahayu, Sri Muji. 2014. Memenuhi Hak Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini Melalui Pendidikan Inklusif.  1-12.